Jadi Super Letoy

Oleh : Suharyanto

Inilah fragmen baru tentang bagaimana republik ini berupaya keluar dari krisis pangan. Sepertinya upaya yang dilakukan telah membuahkan kegagalan untuk keluar dari krisis pangan. Boro-boro keluar dari krisis pangan, kita ternyata sedang berada dalam perangkap pangan global dan dinilai susah untuk keluar dari perangkap itu. Kita begitu sangat bergantung pada pangan dari negara lain. Ini terbukti dengan adanya hampir semua produk pangan strategis kita dipenuhi dari impor.

Barangkali karena itulah, terbelit krisis pangan dan terjebak pada perangkap pangan global, maka keputusan yang diambil menjadi kontraproduktif. Begitu “bernafsunya” untuk segera keluar dari krisis pangan maka tanpa pikir panjang diterimalah penjelasan tentang adanya padi yang seklai tanam mampu panen tiga kali. Maka setelah mendapat penjelasan secukupnya, direkomendasikanlah petani untuk menanam padi jenis itu: padi Super Toy HL 2. Tentu saja petani sangat gegap gempita menyambutnya. Apa lagi masyarakat kita sudah lelah dari keterpurukan hidup. Jadi dengan senang hati mau mengikuti rekomendasi tersebut. Dalam hitungan petani kita, dengan sekali tanam tiga kali panen maka sangatlah menguntungkan. Ditambah lagi produksi sekali panennya bisa beberapa kali lipat dari jenis padi lainnya yang sebelum ini ditanam. Maka, tanpa pikir panjang, meski dengan harga bibit yang jauh lebih mahal tetap saja ditanam. Harapannya akan mengubah nasib hidup menjadi lebih baik.

Bagi pemerintah, dengan tingginya produksi padi dengan jenis baru bikinan sendiri merupakan prestasi tersendiri. Tetapi alih-alih hendak menyibak jeratan perangkap pangan dan keluar dari kubangan krisis pangan, kini malah terjebak pada sebuah kesalahan baru. Kesalahan fatal yang menuntut keberanian untuk mengakuinya. Padi yang ditanam ternyata menghasilkan padi yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan padi jenis lainnya. Dus, padi ini tidaklah seperti yang dijanjikan: mampu panen tiga kali dalam sekali menanam. Apa yang terjadi? Petani marah! Marah karena telah dibohongi. Harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan panen padi yang melimpah ruah ternyata menghasilkan kemelaratan yang semakin dalam. Bagaimana tidak karena bibit padi diperoleh dengan harga yang jauh lebih tinggi. Dari mana petani memperoleh uang untuk membelinya? Tentu saja dari berhutang!

Hal yang menarik adalah, pemerintah sepertinya jatuh ke dalam lubang yang sama beberapa kali. Setelah masuk lubang kesalahan “blue energy” yang dilatari krisis energi kini masuk ke lubang sejenis yang dilatari krisis pangan. Pada saat krisis energi (tentu saja sampai sekarangpun masih krisis energi) kita tidak berdaya dan dengan mudah menerima sebuah “temuan” adanya energi alternatif. Pernah juga karena adanya krisis pangan, pemerintah terjebak oleh adanya “temuan” pupuk ajaib yang mampu melipatgandakan produksi pertanian: pupuk saputra. Kini, “temuan” bibit padi super yang mampu menghasilkan padi berlipat ganda, padi Super Toy, juga ternyata mengasilkan kekecewaan masyarakat.

Rupanya berbagai krisis yang melanda telah membuat pemimpin kita menjadi “tergesa-gesa” untuk mengatasinya sehingga terjebak pada kesalahan baru. Terjebak pada langkah keliru berkali-kali. Harapan dengan adanya Super Toy maka kita bias keluar dari krisis pangan, tetapi yang terjadi sungguh menjadi Super Letoy tak berdaya sama sekali.[]

Bengkulu Ekspress, Jumat 12 September 2008

1 Comment

Filed under Artikel Umum

One response to “Jadi Super Letoy

  1. Pak bos. Sepertinya kita harus lebih menghargai upaya beberapa orang yang dengan tulus menulis, meneliti dan bekerja untuk kemajuan bangsa. Masalah hasil itu proses bos.. ; Mengenai Pupuk saputra, saya termasuk pengusaha agro yang konsisten menggunakan pupuk saputra dan sukses mengekspor sebagian besar hasil tanaman saya..

Leave a comment